Sabtu, 09 Maret 2024

Lingkaran Paskah (Bagian 5)


 Makna Misa Hari-hari Biasa dalam Masa Prapaskah dan Minggu Prapaskah (I-V)


1. *Perjalanan Masa Prapaskah*: Masa Prapaskah adalah masa pertobatan yang dirayakan melalui peristiwa-peristiwa liturgis selama empat puluh hari. Masa ini memiliki dua tugas utama:

- _Kenangan dan Persiapan Pembaptisan_: Masa Prapaskah mengingatkan kita pada pembaptisan dan persiapan untuk mereka yang akan dibaptis. Ini adalah waktu untuk merenungkan makna pembaptisan dan kehidupan baru dalam Kristus.

- _Pertobatan dan Persiapan Paskah_: Ini adalah masa pertobatan, di mana umat beriman dipanggil untuk memperbaharui komitmen mereka kepada Kristus dan mempersiapkan diri untuk merayakan Paskah, peristiwa kebangkitan Kristus yang merupakan pusat iman Kristen.


2. Perayaan Liturgis dan Latihan Batin: Masa Prapaskah bukan hanya tentang mengikuti ritus liturgis, tetapi juga tentang latihan batin dan personal. Ini adalah waktu untuk:

- _Pertobatan Batin_: Merenungkan kehidupan pribadi dan hubungan dengan Allah, mengakui dosa, dan berpaling dari kebiasaan buruk.

- _Pembaruan Rohani_: Mengembangkan kehidupan doa, mempelajari Kitab Suci, dan meningkatkan kedisiplinan spiritual.


3. Ekspresi dalam Tindakan Sosial: Masa Prapaskah juga harus diwujudkan dalam tindakan sosial. Ini termasuk:

- _Amal Kasih_: Melakukan tindakan kasih kepada sesama, seperti memberi kepada orang miskin, menolong yang membutuhkan, dan melakukan perbuatan baik lainnya.

- _Keterlibatan Komunitas_: Berpartisipasi dalam kegiatan komunitas yang memperkuat hubungan dan solidaritas di antara umat beriman.

Masa Prapaskah mengajak umat untuk tidak hanya fokus pada pertobatan pribadi tetapi juga pada perwujudan iman dalam kehidupan sosial dan komunitas, sebagai persiapan untuk merayakan misteri Paskah dengan hati yang benar-benar diperbaharui dan penuh kasih.


*© Mysterium Fidei*

#seriteologiliturgi

Lingkaran Paskah (Bagian 4)

 


Unsur Khas dalam Rabu Abu:


1. Ritus Tobat Dihilangkan: Pada hari ini, "Saya mengaku..." atau "Tuhan Kasihanilah kami..." dihilangkan dan digantikan dengan pemberkatan dan penandaan abu, sebagai simbol pertobatan dan pengakuan dosa.


2. Sumber Abu: Abu berasal dari daun palma yang diberkati pada Minggu Palma tahun sebelumnya, mengingatkan pada siklus liturgi dan kesinambungan tradisi.


3. Cara Penandaan Abu: Ada dua cara, yaitu dengan membuat tanda salib di dahi atau dengan menaburkan abu di atas kepala.


4. Perubahan dalam Liturgi: Mulai dari Rabu Abu dan selama Masa Prapaskah, "Madah Kemuliaan" dan "Alleluia" tidak dinyanyikan dalam ibadat, menandai suasana introspeksi diri dan pertobatan.


© Mysterium Fidei

#seriteologiliturgi

Lingkaran Paskah (Bagian 3)

 


Bacaan Kitab Suci dalam Rabu Abu:

1. Yoel 2:12-18: "Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu." Bacaan ini menekankan pentingnya pertobatan batin dan perubahan hati yang tulus, bukan hanya tindakan lahiriah.

2 Korintus 5:20-6:2: "Damaikan dirimu dengan Allah, sekaranglah hari yang tepat." Pesan ini mengajak umat beriman untuk berdamai dengan Allah dan memanfaatkan kesempatan sekarang untuk bertobat.

3. Matius 6:1-6,16-18: "Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." Bacaan ini mengingatkan tentang pentingnya melakukan amal, doa, dan puasa dengan tulus, bukan untuk pamer atau mendapatkan pujian manusia.


© Mysterium Fidei

#seriteologiliturgi

Lingkaran Paskah (Bagian 2)



Ketentuan Liturgis dalam Rabu Abu

1. Perpanjangan Hari Rabu Abu: Hari Kamis, Jumat, dan Sabtu sesudah Rabu Abu masih terhitung sebagai bagian dari awal Masa Prapaskah. Hari-hari ini menandai periode refleksi dan persiapan spiritual untuk memasuki masa Retret Agung seluruh Gereja.

2. Pemberkatan dan Penandaan Abu: Pemberkatan Abu biasanya dilakukan dalam misa dan hanya oleh imam. Akan tetapi, jika tidak memungkinkan, dapat diadakan ibadat Sabda. Pemberkatan dan penandaan abu dilakukan setelah homili dan sebelum doa umat.

3. Warna Liturgi: Warna ungu digunakan, melambangkan pertobatan dan penantian.

4. Penerimaan Tanda Abu: Siapa yang boleh menerima abu? Siapa pun, baik Katolik maupun non-Katolik, dewasa atau anak, dapat menerima tanda abu sebagai ungkapan kesediaan untuk bertobat dan memohon pengampunan.

5. Waktu Misa atau Ibadat Sabda: Hendaknya diadakan pada waktu yang memungkinkan banyak umat beriman dapat berpartisipasi bersama dalam memulai Masa Prapaskah.

6. Rumus Pemberkatan Abu: Ada dua rumus pemberkatan abu yang dapat dipilih. Demikian pula dengan rumus penandaan dengan abu.

7. Suasana Liturgi Selama Prapaskah: Kemeriahan di dalam liturgi harus dihindari, kecuali pada Minggu Prapaskah IV (Minggu Laetare/Sukacita) dan pada Pesta/Hari Raya. Ini mencakup penggunaan bunyi suara logam (lonceng), hiasan bunga, dan permainan alat musik yang hanya diperbolehkan untuk mengiringi nyanyian. Tidak adanya suasana meriah ini bisa juga dimaknai sebagai _puasa telinga_ (dengan sengaja tidak mendengarkan bunyi-bunyian/musik yang menyenangkan hati), dan juga _puasa mata_ (dengan sengaja tidak menaruh dekorasi atau apapun yang menyenangkan untuk dilihat). Semua bentuk puasa ini agar kita semakin mudah untuk masuk ke kedalaman diri kita sendiri, dan menghindari segala distraksi yang ada. 


© Mysterium Fidei

#seriteologiliturgi


 

Lingkaran Paskah (Bagian 1)




Misa Rabu Abu: Awal Masa Tobat dan Puasa

Apa Maknanya?

Masa Prapaskah dimulai dengan Misa Rabu Abu. Rabu Abu tidak memiliki Ibadat Sore I, sehingga Rabu Abu umumnya tidak bisa dirayakan pada hari sebelumnya (kecuali atas pertimbangan tertentu dari uskup). Pada hari ini, umat beriman menerima tanda abu di dahi mereka, yang memiliki simbolisme khusus:

- Pengakuan atas keberdosaan kita: Salah satu tanda orang yang sudah lama berada dalam dosa adalah bahwa terkadang mereka sudah merasa tidak berdosa lagi. Tanda abu mengingatkan kita bahwa kita adalah pendosa. Saat menerima abu, kita dengan terbuka mengakui kesalahan dan kelemahan kita di hadapan Allah. Hal ini merupakan ekspresi kerendahan hati dan pengakuan akan kebutuhan kita akan belas kasih dan ampunan Allah.

- Panggilan untuk Pertobatan: Tanda abu adalah seruan untuk pertobatan batin. Melalui tanda ini, setiap umat menyatakan keinginan mereka untuk berubah, meninggalkan dosa, dan memperbarui hubungan mereka dengan Tuhan. Pertobatan batin ini merupakan inti dari masa Prapaskah, di mana kita diajak untuk memperdalam kehidupan rohani dan memperbaharui komitmen kita kepada Kristus.

- Puasa dan Pantang: Rabu Abu juga ditandai sebagai hari puasa dan pantang. Ini adalah waktu untuk latihan disiplin diri dan penyangkalan diri. Salah satu sebab utama dari dosa adalah karena kita tidak mampu mengendalikan diri kita. Puasa dan pantang menjadi saat latihan bagi kita untuk mnegendalikan diri, minimal mengendalikan apa yang boleh masuk ke mulut kita. Harapannya, dengan semakin mampu mengendalikan diri, kita semakin mampu untuk menghindari dosa yang diakibatkan karena ketidakmampuan kita mengendalikan mulut, mata, tangan dan pikiran kita.

- Kesadaran akan Kelemahan Manusia: Abu yang digunakan dalam upacara ini juga mengingatkan kita pada kefanaan dan kelemahan manusia. Frasa "Ingatlah, engkau adalah debu dan kepada debu engkau akan kembali" mengingatkan kita akan kenyataan bahwa kehidupan kita di dunia ini sementara, dan pentingnya mengarahkan hidup kita bukan hanya untuk mengejar materi duniawi, melainkan juga untuk hidup kekal.

Misa Rabu Abu mengawali masa refleksi, pertobatan, dan persiapan spiritual menjelang Paskah, mengundang kita untuk merenungkan pengorbanan Kristus dan cinta-Nya yang menyelamatkan bagi kita semua.


© Mysterium Fidei

#seriteologiliturgi


Tahun Liturgi




 Mengenal Tahun Liturgi

Apa itu Tahun Liturgi dalam Gereja Katolik?

Tahun Liturgi dalam gereja katolik dirancang agar umat bisa menghidupi Misteri Kristus sepanjang tahun. Tahun liturgi adalah sebuah perjalanan iman yang membawa kita mengikuti jejak Kristus, dari kelahiran-Nya hingga kematian dan kebangkitan-Nya, dan lebih jauh lagi. Berikut perjalanan iman kita selama satu tahun liturgi secara garis besar:

1. Masa Adven: Dimulai dengan Ibadat Sore I menjelang Minggu pertama Adven, masa ini adalah masa persiapan dan penantian yang penuh harap akan kedatangan Kristus. Masa Adven mengajak kita untuk merenungkan kedatangan Kristus, baik dalam inkarnasi-Nya maupun kedatangan-Nya yang kedua kali.

2. Masa Natal: Memulai dengan Ibadat Sore I menjelang Hari Raya Natal, masa ini merayakan misteri Inkarnasi, kelahiran Yesus Kristus, terang dunia yang membawa keselamatan.

3. Masa Biasa: Masa ini mengisi waktu antara masa Natal dan Prapaskah, serta setelah masa Paskah hingga Adven berikutnya. Masa Biasa mengajak kita untuk merenungkan dan menerapkan ajaran Kristus dalam kehidupan sehari-hari.

4. Masa Prapaskah: Dimulai dengan Rabu Abu, masa ini adalah masa pertobatan, dimana umat beriman dipanggil untuk berpaling dari dosa dan kembali kepada Allah.

5. Trihari Suci Paskah: Mulai dari Kamis Putih hingga Minggu Paskah, masa ini adalah puncak perayaan liturgi, mengenang Sengsara, Kematian, dan Kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus.

6. Masa Paskah: Masa ini merayakan Kebangkitan Kristus dan kemenangan-Nya atas dosa dan maut. Masa ini berpuncak pada perayaan Kenaikan Tuhan dan Pentakosta, mengingatkan kita akan hadirnya Roh Kudus.

7. Kembali ke Masa Biasa: Setelah Pentakosta, Gereja kembali memasuki Masa Biasa, mengajak kita untuk terus hidup dalam Roh dan menyebarkan kabar baik hingga masa Adven berikutnya.

Melalui siklus tahunan ini, Tahun Liturgi mengajak kita untuk mengalami dan menghayati misteri keselamatan yang terus berlangsung dalam kehidupan kita, mengubah kita menjadi saksi Kristus yang sejati di dunia. Tahun Liturgi adalah perjalanan transformasi yang tidak hanya mengingatkan kita pada peristiwa sejarah, tetapi membuat kita menjadi bagian dari kisah keselamatan itu sendiri.


© Mysterium Fidei

#seriteologiliturgi

Mengenal Pengertian Liturgi (Bagian 8)


Liturgi adalah Transformational!

Dalam kerangka TB-SRFMT, unsur "Transformational" atau transformasional menjadi aspek penting dalam liturgi. Liturgi tidak hanya tentang melakukan serangkaian ritual atau mengingat peristiwa masa lalu; lebih dari itu, liturgi merupakan proses transformasi, baik secara pribadi maupun komunal.

Mengapa unsur transformasional ini penting dalam liturgi? Ada beberapa alasan utama:

Perubahan Hati dan Pikiran: Salah satu tujuan utama dari liturgi adalah untuk membawa perubahan dalam kehidupan umat beriman. Melalui partisipasi dalam liturgi, hati dan pikiran kita dibentuk kembali. Kita diajak untuk berpaling dari dosa, memperbarui komitmen kita kepada Kristus, dan menjadi lebih terbuka terhadap tuntunan Roh Kudus. Liturgi menjadi sarana di mana kita mengalami pertobatan dan pertumbuhan spiritual.

Merefleksikan Kristus dalam Kehidupan Sehari-hari: Liturgi mengajak kita untuk tidak hanya menjadi pendengar firman Tuhan, tetapi juga pelaksana firman tersebut. Melalui liturgi, kita belajar bagaimana menerapkan ajaran Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Ini termasuk menunjukkan kasih, belas kasih, dan keadilan dalam interaksi kita dengan orang lain.

Kekuatan Komunitas: Liturgi juga memiliki aspek transformasional dalam konteks komunal. Saat kita berkumpul sebagai komunitas iman, kita saling mendukung dan memperkuat satu sama lain. Melalui liturgi, komunitas diperbaharui dan diutus untuk menjadi cahaya dan garam dunia, membawa perubahan positif dalam masyarakat.

Penguatan Iman dan Harapan: Setiap perayaan liturgi memberi kita kekuatan dan harapan baru. Di dalam dunia yang sering kali penuh dengan tantangan dan kesulitan, liturgi menjadi sumber kekuatan untuk terus berjuang dan berharap. Ini seperti mengisi ulang baterai spiritual kita, memampukan kita untuk menghadapi apa pun yang mungkin datang.

Bayangkan seorang atlet yang rutin berlatih dan mengikuti program latihan tertentu. Melalui latihan yang konsisten dan terstruktur, atlet tersebut menjadi lebih kuat, lebih cepat, dan lebih terampil. Demikian pula dengan liturgi, melalui partisipasi rutin dan berkomitmen, kita 'dilatih' secara spiritual, menjadi lebih matang dalam iman dan lebih efektif dalam menjadi saksi Kristus di dunia.

Liturgi sebagai proses transformasional menuntut respons aktif dari kita. Ini bukan hanya tentang apa yang kita terima, tetapi juga tentang bagaimana kita menanggapi dan menerapkan apa yang kita alami dalam liturgi ke dalam kehidupan kita. Proses transformasi ini berlangsung seumur hidup dan melibatkan seluruh aspek keberadaan kita.

© Mysterium Fidei

#serispiritualitasekaristi

Mengenal Pengertian Liturgi (Bagian 7)


 Liturgi adalah Memorial!

Dalam konsep Liturgi adalah TB-SRFMT (Tindakan Bersama yang Sakral, Ritual, Formal, Memorial, dan Transformational), dimensi "Memorial" merupakan dimensi penting dalam liturgi. Tapi, apa maksudnya bahwa liturgi adalah sebuah memorial? Liturgi disebut sebagai memorial karena dalam liturgi kita mengenangkan apa yang terjadi di masa yang lalu. Akan tetapi, kenangan dalam liturgi bukan hanya sekedar kenangan di masa lalu saja, tetapi sungguh dihadirkan dan dihidupi kembali saat liturgi tersebut di rayakan.

Tindakan mengenangkan dan sambil menghadirkan kenangan tersebut kini dan di sini, tidak berarti bahwa liturgi adalah sebuah pertunjukan teaterikal atau dramatisasi. Liturgi jauh lebih dalam daripada hanya mencoba mengulang sesuatu yang sudah terjadi di masa lampau dalam sebuah drama dimana terdapat banyak peran di dalamnya. Di dalam liturgi kita tidak berperan sebagai orang lain. Kita hadir sebagai diri kita sendiri, dan kehadiran Tuhan dalam liturgi juga bukan seperti kehadiran dalam seni peran! 

Oleh karena itu, sangat keliru jika kita mencoba mendramatisasi peristiwa-peristiwa liturgi, dengan berbagai bentuk drama-drama singkat. Misalnya: Dalam prosesi Minggu Palma ketika Yesus masuk dengan mengendarai seekor keledai, tidak perlulah kita mendramatisasinya dengan meminta imam kita untuk berarak sambil mengendarai entah keledai, entah kuda, entah sepeda. Tindakan memorial dalam perayaan liturgi djauh lebih mendalam daripada sekedar dramatisasi seperti itu. Oleh karena itu dalam kurban Ekaristi pun, kita tidak mendramatisasi Kristus yang dikorbankan bagi keselamatan kita berkali-kali di altar, karena kurban Kristus adalah kurban yang sudah sempurna dan tidak perlu diulang-ulang.

*© Mysterium Fidei*

#serispiritualitasekaristi

Kamis, 25 Januari 2024

Mengenal Pengertian Liturgi (Bagian 6)

Liturgi adalah Formal!

Dalam konsep TB-SRFMT (Tindakan Bersama yang Sakral, Ritual, Formal, Memorial, dan Transformational), aspek "Formal" sangat penting dalam liturgi. Liturgi dianggap formal karena memang ada aturan-aturan tertentu yang berlaku.

Mungkin timbul pertanyaan, "Apakah lebih baik jika liturgi lebih fleksibel dan tidak terlalu kaku?" Untuk memahami mengapa liturgi bersifat formal, perlu dipertimbangkan dua alasan utama:

1. Liturgi Merayakan Iman: Liturgi adalah ekspresi perayaan iman kita. Oleh karena itu, teks-teks dalam liturgi, yang meskipun tampak formal dan tidak fleksibel, sangat penting karena kita tidak boleh merayakan iman yang salah. Keformalan teks-teks liturgi bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam merayakan iman kita.

2. Liturgi sebagai Perayaan Universal: Liturgi adalah salah satu pemersatu Gereja Katolik di seluruh dunia. Baik di Indonesia, Eropa, Amerika, atau mana pun, liturgi dirayakan dengan cara yang sama. Keformalan liturgi inilah yang mempersatukan kita.

Bayangkan acara internasional dengan dress code formal; kita akan membayangkan mode fashion yang seragam. Keformalan dalam liturgi bukan sesuatu yang harus dibenci, tetapi sesuatu yang harus disyukuri karena menjamin kebenaran iman kita dan menjaga kesatuan kita.

Anggaplah liturgi seperti sebuah permainan sepak bola. Dalam sepak bola, ada aturan-aturan yang jelas dan formal yang harus diikuti - seperti aturan offside, cara melakukan tendangan penalti, dan sebagainya. Aturan-aturan ini, meskipun tampak kaku, penting untuk memastikan permainan berlangsung adil dan dapat dinikmati oleh semua pemain dan penonton. Tanpa aturan ini, permainan akan menjadi kacau dan kehilangan esensinya. Demikian pula dengan liturgi, keformalan dan aturan-aturannya membantu menjaga kekudusan, keseragaman, dan kebenaran iman yang kita rayakan bersama.

Inilah adalah cara pandang yang tepat untuk memandang aturan-aturan baku dalam liturgi.

© Mysterium Fidei

#serispiritualitasekaristi

Selasa, 23 Januari 2024

Mengenal Pengertian Liturgi (Bagian 5)



Liturgi adalah Ritual!

Dalam konsep Liturgi adalah TB-SRFMT (Tindakan Bersama yang Sakral, Ritual, Formal, Memorial, dan Transformational), dimensi "Ritual" merupakan dimensi penting dalam liturgi. Tapi, apa maksudnya bahwa liturgi adalah ritual? Liturgi disebut sebagai ritual karena dalam liturgi terdapat begitu banyak simbol.

Sebagai simbolis manusia selalu dikelilingi dengan berbagai macam simbol dalam hidup sehari-hari, misalnya: uang, lampu lalu lintas, zebra cross, dsb. Demikian pula dalam perayaan liturgi ada berbagai macam simbol mulai dari mencelupkan tangan ke air suci ketika masuk gereja, patung-patung orang kudus, jalan salib, dan selama perayaan ekaisti. 

Akan tetapi, karena seringkali tidak mengerti dengan begitu banyak simbol yang ada dalam liturgi, kerapkali simbol-simbol itu dihilangkan atau diubah-ubah dengan alasan demi kepraktisan dan efisiensi baik waktu maupun materi. Misalkan: Ketika bacaan kitab suci dibacakan, itu adalah simbol bahwa Allah yang sedang berbicara secara langsung kepada kita umatnya dalam posisi duduk (yang maknanya siap mendengarkan). Akan tetapi, banyak kali justru sikap duduk dimaknai sebagai waktu istirahat, sehingga ketika duduk banyak umat yang justru menggunakannya untuk memeriksa atau menggunakan ponsel dan tidak sadar bahwa Allah sedang berbicara kepada mereka.

Oleh karena itu, beberapa hal dapat kita lakukan untuk meningkatkan kesadaran kita bahwa liturgi adalah sebuah ritual yang kompleks dan bermakna:

1. Ikutilah tata cara liturgi yang ada dengan setia.

2. Berusahalah untuk memperkaya diri Anda dengan pemahaman makna dan simbol-simbol ritual dalam liturgi entah dengan bertanya atau melalui buku atau internet agar semakin bisa menghargai simbol-simbol ritual dalam liturgi

3. Sadarlah dengan apa yang Anda ucapkan atau doakan dalam liturgi. Misalnya: entah sudah berapa kali kita mendoakan Bapa Kami atau Salam Maria, tetapi berapa dari kita yang sungguh memahami maknanya.


© Mysterium Fidei

#serispiritualitasekaristi

Untuk bergabung dengan grup 'Mysterium Fidei' (Info liturgi untuk umat), cukup klik di sini.

Senin, 22 Januari 2024

Mengenal Pengertian Liturgi (Bagian 4)



Liturgi adalah Sakral!

Liturgi adalah Tindakan Bersama yang Sakral, Ritual, Formal, Memorial dan Transformational (TB-SRFMT).

Mengapa Liturgi disebut Sakral (Suci)? Alasan utama yang menjadikan mengapa liturgi itu sakral adalah karena Allah hadir dalam perayaan liturgi tersebut. Allah hadir dalam perayaan liturgi karena Ia ingin menguduskan (sanctifikasi) manusia, sedangkan manusia menyambut anugerah penyucian dari Allah ini dengan memuji dan memuliakan nama Allah (glorifikasi).

Kehadiran Allah inilah yang jelas membedakan perayaan liturgi dengan perayaan-perayaan lainnya. Oleh kaena itu, tujuan utama dalam kegiatan liturgi adalah untuk memuji dan memuliakan Tuhan dan bukan yang lain. Sayangnya seringkali baik imam maupun umat tergoda untuk membuat tujuan baru dalam perayaan liturgi. Banyak ide-ide baru seputar liturgi memiliki tujuan hanya sekedar supaya perayaan liturgi lebih meriah dan menarik secara manusiawi, dan justru kadang membuat tujuan asli dari liturgi untuk memuliakan Allah menjadi bergeser.


Oleh karena itu, beberapa hal yang perlu kita ingat agar kita menjaga kesakralan dalam liturgi:

1. Para imam harus ingat bahwa dirinya adalah pelayan sakramen. Yang mereka layani adalah Allah yang ingin bertemu dengan umatnya. Perayaan liturgi harus disusun agar Umat dapat bertemu dengan Allahnya sesiap mungkin.

2. Persiapkan dengan baik kehadiran Anda dalam perayaan liturgi. Jika akan bertemu dengan pejabat saja Anda tepat waktu dan berpakaian pantas, bagaimana mungkin dalam perayaan liturgi, ketika Anda akan bertemu dengan Allah, anda tidak hadir tepat waktu dan berpakaian pantas.

3. Jagalah sikap hormat dan keheningan dalam perayaan liturgi. Masukilah ruangan gereja dengan tenang dan berdoalah. Jagalah diri Anda dari pembicaraan-pembicaraan dengan suara keras yang dapat mengganggu orang-orang yang sedang berbicara dengan Tuhannya (berdoa) di sekeliling Anda.

© Mysterium Fidei

#serispiritualitasekaristi

Untuk bergabung dengan grup 'Mysterium Fidei' (Info liturgi untuk umat), cukup klik di sini.

Mengenal Pengertian Liturgi (Bagian 3)



Liturgi adalah .... Sebuah Tindakan Bersama!

Jika definisi liturgi yang yuridis dan estetis ditolak oleh Gereja, lalu bagaimana seharusnya kita mengerti "Apa itu Liturgi?" 

Pertama-tama, harus dipahami bahwa setiap definisi pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dokumen gereja banyak menuliskan definisi-definisi yang beraneka ragam tentang liturgi yang menekankan berbagai makna teologisnya. Akan tetapi, bagi kita sekarang saya ingin menekankan sebuah definisi liturgi. Saya ingin memperkenalkan sebuah definisi yang sekiranya cukup mudah untuk diingat, yakni: Liturgi adalah Tindakan Bersama yang Sakral, Ritual, Formal, Memorial dan Transformational (TB-SRFMT). Pengertian ini akan kita bahas satu-persatu.

Liturgi adalah sebuah Tindakan Bersama. Liturgi adalah sebuah perayaan iman bersama, dan bukan perseorangan. Oleh karena itu, semua yang ikut dalam liturgi diundang untuk berpartisipasi secara aktif, karena liturgi bukan sebuah pertunjukan/tontonan. Dalam liturgi, semua orang diundang untuk terlibat melalui nyanyian, doa, mendengarkan dan merespons. Oleh karena itulah dalam liturgi, ada banyak hal yang diciptakan agar semua orang bisa berpartisipasi aktif, seperti: tata gerak, musik dan nyanyian, dialog respon antara imam dan umat. Oleh karena itu, prinsip utama yang harus dipedang dalam liturgi adalah segala hal, yang menghalangi partisipasi umat harus dihindari.

Beberapa contoh hal kecil yang dapat dilihat kembali untuk mendukung partisipasi umat:

- Penataan Gereja, khususnya bangku umat. Banyak Gereja sungguh-sungguh mengejar kapasitas gereja yang benar-benar maksimal. Oleh karena itu, tidak jarang bangku-bangku disusun demikian rapatnya sehingga orang jadi tidak nyaman lagi untuk berdiri, berlutut dan melakukan gerakan liturgis lainnya.

- Dalam dialog antara imam dan umat, hendaknya masing-masing sungguh menyadari bagiannya masing-masing dan tidak saling mengambil bagian satu sama lain. Misalnya: Ketika membuat tanda salib di awal perayaan ekaristi, Imam mengatakan "Dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus". Hendaknya imam menahan diri dan membiarkan umat menjawab "Amin" karena itu adalah bagian penting dalam dialog tersebut, walaupun sangat singkat.

- Pemilihan lagu yang akan dinyanyikan dalam perayaan ekaristi. Variatio semper delectat, (Variasi itu selalu menyenangkan). Lagu baru memang selalu menyenangkan untuk dibawakan, karena menghadirkan nuansa baru dalam peribadatan. akan tetapi, dalam memilih lagu, hendaknya disesuaikan antara lagu yang baru dan lagu yang sudah biasa dipakai, agar umat yang hadir tidak hanya menjadi penonton saja.


© Mysterium Fidei

#serispiritualitasekaristi

Untuk bergabung dengan grup 'Mysterium Fidei' (Info liturgi untuk umat), cukup klik di sini.

Sabtu, 20 Januari 2024

Mengenal Pengertian Liturgi (Bagian 2)



Apa Itu Liturgi? Sebuah Seni? Sebuah Keindahan?

Liturgi sering dipandang lebih dari sekedar rutinitas ibadah. Bagi banyak orang, itu adalah "ilmu tingkat tinggi", ekspresi kesalehan agung, bahkan setara dengan karya seni. Seperti pengalaman mengunjungi galeri seni yang memukau, liturgi bisa menjadi oasis penyegaran, pelarian dari kelelahan sehari-hari, mirip dengan ketenangan yang dirasakan saat berjalan di taman.

Namun, pandangan estetis ini punya batasan. Dalam ekstremnya, orang-orang yang mengadopsi definisi estetis ini melihat liturgi semata-mata sebagai pengalaman yang membangkitkan rasa kesalehan - "_Yang penting nyeesss... di hati._" Liturgi sempurna bagi mereka adalah perayaan dengan 'kemasan' yang mengagumkan, layaknya konser musik yang memukau tetapi tanpa pemahaman mendalam tentang esensinya. Ekstrem ini sering jatuh ke dalam "museum-isme" - pandangan bahwa liturgi masa lalu selalu lebih baik dan tidak mengakui perubahan ekspresi iman, dan "glamorisme" - fokus pada aksesoris dan dekorasi yang mencolok, mengabaikan bahwa Tuhan bisa hadir dalam kesederhanaan.

Mereka cenderung kurang memperhatikan ekspresi iman yang berkembang dari waktu ke waktu atau ajaran gereja yang mewujud dalam liturgi. Yang utama bagi mereka adalah liturgi yang menyentuh hati dan memuaskan rasa kehausan spiritual.

Pandangan estetis yang sempit ini telah *DITOLAK* oleh Paus Pius XII dalam ensiklik Mediator Dei sejak tahun 1947. Liturgi bukan hanya 'pameran seni rohani' atau 'konser ibadah', melainkan pertemuan yang mendalam dan berarti antara umat dengan Tuhan.


© Mysterium Fidei

#serispiritualitasekaristi

Untuk bergabung dengan grup 'Mysterium Fidei' (Info liturgi untuk umat), cukup klik di sini.